Menu

Mode Gelap
 

Berita

Dugaan Korupsi dan Pungli di Jurangjero, Kades Suwoto Bantah Keras: “Saya Tidak Melakukan Penyelewengan, Semua Sudah Sesuai Aturan”

badge-check


					Dugaan Korupsi dan Pungli di Jurangjero, Kades Suwoto Bantah Keras: “Saya Tidak Melakukan Penyelewengan, Semua Sudah Sesuai Aturan” Perbesar

Klikjateng, Blora – Suasana memanas di Desa Jurangjero, Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora, menyusul laporan mantan anggota DPRD Blora, Waluyojati, ke Kejaksaan Negeri Blora. Dalam laporan tersebut, Waluyojati menuding Kepala Desa Jurangjero, Suwoto, melakukan penyalahgunaan Dana Desa tahun anggaran 2023–2024 serta praktik pungutan liar dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada tahun 2021.

Laporan ini memicu perhatian publik setelah kasus tersebut ramai diperbincangkan di media sosial dan menjadi sorotan warga. Namun, Suwoto menanggapi tudingan tersebut dengan tenang. Ia menegaskan bahwa semua kegiatan pembangunan desa yang dilaksanakan selama masa jabatannya telah sesuai dengan ketentuan dan hasil musyawarah desa (Musdes).

“Saya tidak melakukan korupsi. Dana Desa sudah dibangun sepenuhnya dan sesuai rencana. Memang ada sedikit area sekitar tujuh meter yang belum diperbaiki, itu mau masuk wilayah Rembang, tetapi pembangunan itu tetap untuk kepentingan warga Blora. Semua dokumen pendukung seperti SPPT juga kami miliki,” ujar Suwoto saat diwawancarai di rumahnya, Sabtu (10/5/2025).

Bantahan Soal Pembangunan di Lahan Pribadi

Terkait tudingan bahwa proyek Jalan Usaha Tani (JUT) dibangun di lahan pribadi miliknya yang terletak di wilayah Rembang, Suwoto dengan tegas membantah. Ia menjelaskan bahwa sebagian kecil lahan memang milik petani dan bukan milik pribadi dirinya.

“Tidak benar saya bangun jalan di tanah sendiri. Jalan itu untuk warga. Saat musim panen, dulu warga kesulitan lewat karena jalannya rusak parah. Sekarang bisa dilewati sepeda motor. Itu usulan masyarakat, bukan keinginan saya pribadi,” katanya.

Dana Desa dan Proses Perencanaan

Proyek JUT tersebut, menurut Suwoto, menggunakan Dana Desa tahun 2023 dan 2024. Ia menyebut semua proses perencanaan dilakukan secara terbuka dan telah dimusyawarahkan dengan lembaga desa, tokoh masyarakat, BPD dan pihak terkait lainnya.

“Semuanya sudah saya Musdeskan. Tidak ada yang saya sembunyikan. Mulai dari anggaran, titik lokasi, hingga besarnya pembiayaan sudah disepakati bersama. Tidak ada pembangunan fiktif,” tegasnya.

Program PTSL dan Tudingan Pungli

Menjawab tudingan praktik pungli pada program PTSL tahun 2021, Suwoto mengklarifikasi bahwa biaya Rp 350 ribu per bidang sudah sesuai regulasi. “Itu sudah menjadi ketetapan pemerintah. Biaya itu untuk patok, meterai, stopmap, administrasi, dan lainnya. Tidak ada pungutan di luar ketentuan. Bahkan satu rupiah pun saya tidak berani melebihi,” ujar Suwoto.

Ia juga membantah isu bahwa ada 42 sertifikat yang belum diserahkan. Menurutnya, hanya 32 berkas yang tidak jadi diproses dan seluruh dana sudah dikembalikan kepada warga.

“Saya punya bukti. Semua dana yang tidak jadi sudah dikembalikan. Bahkan saya sudah mengecek langsung ke para RT dan bendahara. Jangan sampai data tidak valid bikin gaduh,” katanya dengan nada kecewa.

Dukungan Warga

Terpisah, beberapa warga memberikan kesaksian yang menguatkan pernyataan Suwoto. Sukir, Ketua RT 03 RW 05 Dukuh Kembang, mengaku bahwa dirinya ikut membantu proses penarikan dana PTSL sesuai arahan bendahara desa, dan dana dari lima warga yang batal sudah dikembalikan.

“Sudah dikembalikan semua. Warga saya tidak ada yang merasa dirugikan,” ungkap Sukir.

Senada, Rasi (51), Ketua RT 02 RW 05, menyatakan bahwa proyek JUT di wilayahnya memang merupakan permintaan warga karena jalan tersebut sangat vital sebagai penghubung antara Blora dan Rembang.

“Saat musim hujan, jalan itu becek dan tidak bisa dilewati. Sekarang sudah bagus dan warga merasakan manfaatnya langsung. Kami malah senang dan berterima kasih,” tutur Rasi.

Siap Klarifikasi ke Kejari

Terkait laporan yang masuk ke Kejari Blora, Suwoto menyatakan dirinya siap memberikan klarifikasi jika diminta. “Saya siap datang jika dipanggil. Saya tidak takut karena saya merasa tidak bersalah. Tapi saya kecewa, mas. Saya ini sudah tua, bekerja keras untuk membangun desa, malah difitnah. Ini memalukan sekali bagi saya,” katanya dengan suara lirih.

Polemik ini menunjukkan betapa sensitifnya pengelolaan anggaran di tingkat desa, dan pentingnya keterbukaan informasi kepada publik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending di Berita