Klikjateng, Blora – Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Blora menegaskan komitmennya untuk terus mengawal pembangunan desa pada tahun 2025–2026. Program-program prioritas sudah disiapkan untuk mendukung visi misi Bupati Blora, Dr. H. Arief Rohman, yakni menjadikan desa sebagai pusat pertumbuhan pembangunan dan kemandirian masyarakat.
Kepala DPMD Blora, Ibu Yayuk Windrati, menjelaskan bahwa arah pembangunan desa ke depan akan lebih difokuskan pada tiga hal utama. Pertama, memperkuat kelembagaan dan kapasitas pemerintahan desa agar lebih profesional. Kedua, mendorong transparansi tata kelola keuangan dan administrasi desa. Ketiga, mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan potensi lokal yang ada.
“Program prioritas kami jelas sejalan dengan visi misi Bupati Blora. Intinya, kami ingin desa di Blora ini lebih mandiri, transparan, dan punya daya saing. Desa bukan hanya sebagai penerima program, tetapi menjadi penggerak pembangunan di wilayahnya,” kata Yayuk, Rabu (10/9/2025).
Transparansi Keuangan dengan Siskeudes CMS
Dalam hal pengelolaan keuangan desa, DPMD Blora sudah mengimplementasikan Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) berbasis Cash Management System (CMS). Sistem ini terbukti mampu meminimalisir potensi penyimpangan dalam penggunaan Dana Desa.
“Kalau soal tata kelola keuangan, dengan Siskeudes CMS itu sudah lebih transparan. Ini memudahkan desa sekaligus meminimalisir penyimpangan. Selain itu, kami juga terus menekankan soal disiplin perangkat desa, tata kelola administrasi, dan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku,” terang Yayuk.
Tantangan: SDM Beragam dan Regulasi yang Sering Berubah
Meski langkah-langkah perbaikan sudah dilakukan, DPMD Blora tidak menutup mata terhadap berbagai tantangan di lapangan. Menurut Yayuk, tantangan terbesar adalah sumber daya manusia (SDM) perangkat desa yang jumlahnya ribuan dengan kualitas yang beragam.
“Di Blora ada 271 desa. Perangkat desa itu jumlahnya ribuan dan latar belakangnya berbeda-beda. Menyamakan persepsi dan pemahaman mereka bukan pekerjaan mudah. Butuh waktu, tenaga, dan energi yang besar,” ungkapnya.
Ia menambahkan, perubahan regulasi yang sering terjadi juga menjadi kendala tersendiri. Jika sebelumnya regulasi bisa dipakai sepanjang tahun, kini aturan bisa berubah sewaktu-waktu. Hal itu menuntut perangkat desa untuk selalu sigap beradaptasi.
“Kalau perangkatnya tidak pintar dan tidak tanggap, pasti akan kesulitan. Contohnya soal BUMDes, di awal APBDes sudah disusun, kemudian Januari harus ada penyertaan modal di perubahan. Itu belum selesai, sudah muncul aturan baru seperti Koperasi Merah Putih yang juga menuntut banyak hal. Kepala desa pasti bingung karena sumber daya yang ada terbatas,” jelas Yayuk.
Desa Masih Fokus Infrastruktur, Pemberdayaan Terpinggirkan
Lebih lanjut, Yayuk menyoroti bahwa banyak kepala desa masih menitikberatkan visi misi mereka pada pembangunan infrastruktur, sementara aspek pemberdayaan masyarakat belum menjadi prioritas.
“Kalau kita lihat, visi misi kepala desa itu rata-rata fokusnya ke infrastruktur. Padahal pemberdayaan masyarakat juga sangat penting. Akhirnya, ketika janji membangun jalan usaha tani (JUT) tidak bisa dipenuhi karena anggaran dialihkan ke penyertaan modal BUMDes, desa jadi serba salah. Ini membuat kepala desa bingung mengatur prioritas pembangunan,” katanya.
Dorongan Kemandirian Desa
Yayuk menegaskan, DPMD tidak menyalahkan desa dalam kondisi tersebut. Sebaliknya, pihaknya berusaha memberikan pemahaman bahwa regulasi harus dijalankan selama desa masih bergantung penuh pada Dana Desa dari pusat.
“Selama njenengan (desa) masih tergantung pada pusat, kita tidak bisa keluar dari aturan. Tetapi kalau desa punya Pendapatan Asli Desa (PADes) yang besar, mereka bisa lebih leluasa menentukan perencanaan. Bisa sesuai visi misi masing-masing, tanpa selalu terkendala oleh aturan pusat,” tegasnya.
Ke depan, DPMD Blora mendorong pemerintah desa untuk lebih kreatif menggali potensi lokal demi meningkatkan PADes. Dengan begitu, desa tidak hanya bergantung pada transfer Dana Desa, melainkan juga punya kemandirian dalam pembangunan.
“Kalau PADes besar, desa bisa lebih fleksibel. Bukan hanya untuk membangun infrastruktur, tapi juga memperkuat ekonomi masyarakat, memberdayakan SDM, dan meningkatkan kesejahteraan warganya. Itu yang menjadi harapan kami ke depan,” pungkas Yayuk.