Klikjateng, Blora – Dalam sebuah diskusi santai, Cak Sin dan safari membahas isu-isu seputar kebudayaan lokal dan urgensi Peraturan Daerah (Perda) Kebudayaan. Percakapan ini mencuatkan berbagai pandangan menarik terkait perlindungan budaya lokal di tengah arus kemajuan teknologi.
Safari memulai diskusi dengan menyebut bahwa kebudayaan bersifat dinamis. “Maaf, kebudayaan itu kan dinamis,” ujar Safari.
Cak Sin merespons dengan tegas, “Justru karena dinamis itu, budaya lokal tidak boleh tergerus oleh budaya baru yang masuk, baik akibat kemajuan digital maupun transformasi informasi.”
Safari menilai bahwa kebudayaan sering disempitkan pada kesenian lokal semata. Namun, menurut Cak Sin, kesenian hanyalah bagian kecil dari kebudayaan. “Kalau bicara kebudayaan sebagai tata nilai dalam masyarakat, maka kesenian adalah salah satu wujudnya. Namun, menganggap kebudayaan sebatas kesenian itu salah,” katanya.
Pokok Pikiran Kebudayaan
Diskusi kemudian mengarah pada Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD). Safari mempertanyakan posisi PPKD dalam struktur pemerintahan kabupaten. “Seharusnya, PPKD ada di bawah Pemkab, kan?” tanyanya.
Cak Sin menjelaskan bahwa PPKD idealnya dikelola oleh Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (Dinporabudpar). “Pokok pikiran tentang kebudayaan itu konsepsi yang nantinya dilegalkan dalam bentuk Perda untuk memperkuat posisi kebudayaan di tingkat daerah,” paparnya.
Safari menyoroti perbedaan antara Undang-Undang Kebudayaan dan Perda. “Undang-undang sudah melindungi kebudayaan di tingkat nasional, kenapa masih perlu Perda?” tanyanya.
Cak Sin menjawab, “Undang-undang berlaku untuk seluruh Indonesia, sementara Perda fokus pada isu-isu spesifik daerah. Di sinilah peran Perda menjadi penting untuk melindungi dan mengembangkan budaya lokal.”

Game Mobil Legend
Tantangan di Era Digital
Safari menyoroti pandangan beberapa pihak yang menganggap teknologi, seperti game online, sebagai ancaman terhadap kebudayaan. “Padahal, game juga bagian dari kebudayaan,” ujarnya.
Cak Sin setuju, namun menekankan pentingnya inovasi. “Kebudayaan itu ciptaan manusia. Tantangannya adalah bagaimana kita bisa menyisipkan nilai-nilai budaya lokal ke dalam dunia digital. Contoh bagusnya, animasi pewayangan yang dimodifikasi jadi kartun,” ujarnya. Sayangnya, menurutnya, dukungan pemerintah terhadap inovasi semacam itu masih kurang.
Diskusi diakhiri dengan pesan optimis dari Cak Sin. “Kalau kita tidak ingin budaya luar mendominasi, kita harus mampu menciptakan game lokal yang menarik. Jangan hanya menyalahkan teknologi, kita harus berpacu dalam inovasi,” tutupnya.